Keraton Pakungwati diambil dari nama Ratu Ayu Pakungwati Putri Pangeran Cakrabuwana yang menikah dengan saudara sepupunya, Syekh Syarif Hidayatullah/Sunan Gunung Jati. Putri ini cantik rupawan dan berbudi luhur, dapat mendampingi suami di bidang pembinaan Negara dan Agama juga penyayang rakyat.
Pada ± 1549 Masjid Agung Sang Cipta Rasa kebakaran. Ratu Ayu Pakungwati yang sudah tua itu turut memadamkan api. Api dapat dipadamkan, namun Ratu Ayu Pakungwati kemudia wafat. Semenjak itu, nama atau sebutan Pakungwati dimuliakan dan diabadikan oleh nasab Sunan Gunung
Jati.
Pada abad XV ( ± 1430 ) Pangeran Cakrabuwana Putra mahkota Kerajaan Pajajaran membangun Keraton yang kemudian diserahkan kepada putrinya, Ratu Ayu Pakungwati. Maka Keratonnya dinamai Keraton Pakungwati (hingga sekarang dikenal dengan sebutan Dalem Agung Pakungwati).
Ratu Ayu Pakungwati kemudian menikah dengan sepupunya Syekh Syarif Hidayatullah (putra Ratu Mas Larasantang adik Pangeran Cakrabuwana) lebih dikenal dengan sebutan Sunan Gunung Jati, kemudian Sunan Gunung Jati dinobatkan sebagai pimpinan atau Kepala Negara di Cirebon dan bersemayam di Dalem Agung Pakungwati. Semenjak itu, Cirebon merupakan pusat perkembangan agama Islam di Jawa dengan adanya Walisanga yang dipimpin Sunan Gunung Jati dan peninggalan-peninggalannya, diantaranya Masjid Agung Sang Cipta Rasa.
Pada abad XVI Sunan Gunung Jati wafat. Kemudian Pangeran Emas Mochammad Arifin, cicit dari Sunan Gunung Jati, bertahta menggantikannya. Kemudian pada tahun Candra Sangkala Tunggal Tata Gunaning Wong atau 1451 Saka yaitu tahun 1529 Masehi beliau mendirikan Keraton baru sebelah barat daya Dalem Agung Pakungwati, Keraton ini dinamai Keraton Pakungwati dan beliaupun bergelar Panembahan Pakungwati l.
Pada ± tahun 1679 didirikan Keraton
Kanoman oleh Sultan Anom I (Sultan
Badridin). Maka semenjak itu, Keraton Pakungwati disebut Keraton Kasepuhan hingga sekarang dan sultannya bergelar Sultan Sepuh. Kasepuhan artinya tempat sepuh atau tua. Jadi, antara Kasepuhan dan Kanoman itu awalnya yang tua dan yang muda (kakak beradik). Lokasi bangunan Keraton Kasepuhan membujur dari utara ke selatan atau menghadap ke utara, karena keraton-keraton di Oawa semuanya menghadap ke utara,artinya menghadap magnet dunia, artinya falsafahnya sang raja mengharapkan kekuatan.